Bersyarat, Pemprov Jabar Keluarkan 18 IUP dan WIUP

BANDUNG – Pemerintah Provinsi Jawa Barat mengeluarkan Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) untuk 18 pemohon. Permohonan ini merupakan usaha atas nama perusahaan dan individu yang mengajukan IUP Operasi Produksi (OP) perpanjangan dan baru.
 
Hal ini diputuskan dalam rapat pleno Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD) Provinsi Jawa Barat, yang dilaksanakan di Ruang Papandayan, Gedung Sate, Jl. Diponegoro No. 22, Kota Bandung, Jumat (7/4/17). Rincian ke-18 pemohon, yaitu 3 IUP OP baru dan 3 IUP OP perpanjangan permohonan 2016, 9 Permohonan WIUP 2017, dan 3 OP baru permohonan 2017.
 
Adapun 9 WIUP yakni di Kabupaten Sukabumi (2 usaha), Kabupaten Bogor (2), Kabupaten Garut (2), Kabupaten Bandung (1), Kabupaten Subang (1), dan Kabupaten Sumedang (1). Sementara OP baru di Kabupaten Bandung Barat (2), Kabupaten Bogor (1), Kabupaten Cianjur (1), Kabupaten Cirebon (1), dan Kabupaten Sukabumi (1). Sedangkan OP perpanjangan yakni Kabupaten Bandung Barat (1), Kabupaten Bogor (1), dan Kabupaten Purwakarta (1). Komoditas tambang, yaitu batu gamping, andesit, sirtu, pasir, dan tanah urug.
 
Namun, usai rapat Wakil Gubernur Jawa Barat Deddy Mizwar mengatakan izin ini diberikan dengan berbagai pertimbangan, termasuk persyaratan. Seperti rencana reklamasi untuk menata kembali lahan yang telah ditambang harus disertai gambar dan bukti pembayaran pajak.
 
“Berbagai pertimbangan tadi kita bahas juga, termasuk syarat-syaratanya. Yang kurang lengkap syaratnya kita juga masukan. Contohnya seperti reklamasi, rencana reklamasi itu harus ada gambar. Supaya jangan sampai cuman kalimat aja, jadi harus dengan sebuah konsep gambar dan perencanaan,” ujar Wagub.
 
“Kemudian pajak juga. Yang perpanjangan maupun yang baru harus ada NPWP dan bukti bayar pajak yang dia (pemohon) bayarkan. Jangan sampai perpanjang tapi nggak bayar-bayar pajak,” lanjutnya.
 
Lanjut Wagub, penetapan ini diputuskan berdasarkan persyaratan ketat. Hal ini dimaksudkan agar ada pengendalian dan pengawasan usaha pertambangan. Oleh karena itu, pemohon pun harus melaporkan kegiatan usaha yang dijalankan setiap bulan. Apabila kegiatan usaha yang berjalan melebihi dari luas rencana kerja yang telah diajukan maka harus mengajukan kembali izinnya.
 
Ke depan, pihak Pemprov Jabar juga akan lebih memperketat izin melalui persyaratan dan SOP yang sesuai. Dengan begitu, apabila ada pemohon yang belum lengkap akan langsung ditolak permohonannya.
 
“Lihat dulu dokumennya, kalau nggak mungkin, ditolak. Jangan dipaksain masuk BKPRD, tolak. Kalau dokumen kurang segala macem atau harus diubah kasih tahu (pemohon). Nah, yang udah clear and clean baru masuk ke BPRD. Jadi nggak ruwet, pengusaha juga punya kepastian, nggak digantung berlarut-larut. Dari pintu awal udah ditolak (apabila persyaratan kurang),” papar Wagub.
 
Selain itu, pada kesempatan ini Wagub pun meminta koordinasi antarlembaga agar lebih dioptimalkan kembali. Karena menurutnya, banyak pihak mengeluh bahwa proses perizinan masih berjalan lamban.
 
“Hubungan antarorganisasi kita bahas juga tadi. Jangan-jangan terhambatnya di antarorganisasi. Jangan sampai hubungan organisasi tadi menghambat proses perizinan,” pungkas Wagub.
 
 
Terkait Condotel Sahid di Bandung, Wagub: Kemungkinan Ada Perubahan RDTR
Usai rapat pleno BKPRD Provinsi Jawa Barat, Wagub Deddy Mizwar juga menjelaskan mengenai proses rekomendasi pembangunan Condotel Sahid di Kawasan Bandung Utara (KBU), Kelurahan Ledeng, Kecamatan Cidadap, Kota Bandung. Pihak Pemprov Jawa Barat telah mencabut izin rekomendasi pembangunan condotel tersebut karena berada di zona kuning atau area yang tidak diperbolehkan berdiri bangunan seperti condotel.
 
Namun, pencabutan rekomendasi tersebut dibatalkan oleh Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bandung. Menurut Wagub, pencabutan tidak akan dibatalkan apabila Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) tidak berubah menjadi zona merah.
 
“Kenapa kita (Pemprov Jawa Barat) di PTUN kalah? Nah, ini kan dahsyat. Padahal itu kan (zona) kuning, ngga boleh condotel. Dari RDTR yang terakhir, jangan-jangan RDTR-nya udah berubah lagi jadi merah. Terus siapa yang ubah? Artinya boleh buat condotel,” kata Wagub.
 
“Komitmen dengan provinsi (Pemprov Jabar) adalah (zona) hijau. RDTR (sesuai) Perda (Kota Bandung) kuning. Kalau condotel diperbolehkan oleh PTUN berarti udah (zona) merah sekarang. Siapa yang merubah itu?” lanjutnya.
 
Terkait keputusan PTUN, Wagub menyatakan pihaknya akan menelusuri status kawasan condotel saat ini. Apabila statusnya sudah berubah menjadi zona merah, maka pihaknya tidak akan mengajukan banding.
 
“Kalau itu (status kawasan condotel) sudah menjadi merah, ngapain banding. Udah pasti boleh. Tetapi proses perubahan (status zona) tadi bisa menjadi masalah hukum. Nanti yang akan dipertanyakan adalah proses perubahan tadi, apa yang membuat atau reason ada proses perubahan. Apakah untuk kepentingan pengusaha atau apa gituh,” pungkasnya.
 
Sebelumnya Pemprov Jawa Barat telah mengeluarkan izin rekomendasi untuk kawasan condotel tersebut dengan syarat harus sesuai RDTR Kota Bandung. Menurut RDTR Kota Badung kawasan tersebut dinyatakan berada ada dalam zona kuning. Karena tidak sesuai peruntukan, maka Pemprov Jawa Barat pun mencabut izin rekomendasi pembangunan condotel tersebut.  
 
HUMAS JABAR